Apa sih Peran Orang Tua ? Ya jelas lho merawat dan mendidik anak. Pertanyaan ini tentu sudah bisa dijawab oleh semua orang.

Namun pertanyaan lebih dalam lagi kita patut renungkan. Merawat seperti apa? Mendidik seperti apa? Dan apa tujuan merawat dan mendidik anak ?

Orang tua memberi pengaruh signifikan bagi tumbuh kembang anak. Tidak dipungkiri sudah terbukti secara ilmiah bahwa pola asuh memberikan dampak yang signifikan bagi anak dalam setiap fase tumbuh kembangnya.

Dalam persepsi saya, merawat artinya memenuhi kebutuhan fisik dan psikis anak untuk menunjang tumbuh kembangnya dengan optimal. Kebutuhan fisik meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan kebutuhan psikis meliputi kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan kenyamanan. Anak yang kebutuhan fisik dan psikisnya terpenuhi dengan baik secara ilmiah terbukti memiliki kesehatan, kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial-emosional, perkembangan motorik-sensorik yang lebih baik dibandingkan anak yang tidak tercukupi kebutuhannya.

Setiap tindakan yang dilakukan memiliki sebuah tujuan, demikian halnya dalam merawat dan mendidik seorang anak. Motivasi orang tua dalam proses perawatan dan pendidikan tidak terlepas dari sebuah tujuan. Ada orang tua yang membesarkan anak agar sukses, agar ada yang merawat saat berusia lanjut, agar menjadi kebanggaan orang tua, dan beragam motivasi lainnya. Motivasi-motivasi tersebut terlahir dari persepsi orang tua yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan latar sosial budaya di sekitarnya.

Melihat permasalahan pada anak dan remaja yang terjadi akhir-akhir ini membuat saya merasa sedih. Mulai dari kecanduan obat-obat terlarang, terpapar pornografi, bullying, seks bebas, dan LG*T. Persoalan yang dihadapi remaja kita hari ini tidak bisa dipandang sebelah mata karena mempengaruhi kondisi fisik dan psikis tubuh mereka. Jika terjadi ketidakseimbangan pada fisik dan psikis mereka, maka akan terjadi masalah pada hubungan sosial, menurunnya prestasi, dan rendahnya produktivitas. Sementara itu anak dan remaja merupakan generasi yang akan melanjutkan pembangunan negara ini di masa mendatang. Sulit dibayangkan bagaimana nasib negara ini ke depan jika kita memiliki generasi yang lemah secara fisik dan psikis.

Saya mencoba menggali lebih dalam apakah persepsi saya mengenai peran orang tua bagi tumbuh kembang anak sudah tepat atau belum. Saya ingin menerapkan pola asuh terbaik untuk anak saya. Ketika pertanyaan itu berputar di kepala saya, qadarullah saya menemukan sebuah puisi Kahlil Gibran berjudul Anakmu Bukan Milikmu yang isinya benar-benar menggugah hati saya.

Anakmu bukanlah milikmu
Mereka adalah putera puteru sang Hidup
yang rindu akan dirinya sendiri

Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau
Mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu
sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri

Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi jiwanya
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan
yang tiada dapat kau kunjungi sekalipun dalam mimpimu

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka
namun jangan membuat mereka menyerupaimu
sebab kehidupan tidak dapat berjalan mundur
ataupun tenggelam ke masa lampau

Engkaulah busur asal anakmu
Anak panah hidu, melesat pergi
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat

Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap

(Anakmu Bukan Milikmu, Kahlil Gibran)

 

Membaca tulisan itu menginspirasi saya tentang posisi dan peran orang tua dalam pengasuhan. Anak-anak bukanlah milik kita, mereka adalah milik Allah yang dititipkan kepada kita. Sebagai orang tua, tidak patut bagi kita memaksakan kehendak pada anak, berusaha membentuk mereka menjadi sosok yang kita inginkan.

Hingga saat ini, secara relatif banyak orang tua yang berpandangan bahwa anak-anak adalah milik mereka sepenuhnya sehingga orang tua merasa berhak untuk membentuk anak sesuai keinginan mereka. Di bawah pengasuhan orang tua tipe ini, para anak disetir untuk menuruti kehendak mereka. Anak-anak kerap mengalami tekanan sehingga ruang ekspresi mereka terbatas dan sulit menjadi diri sendiri. Pola pengasuhan ini tidaklah efektif karena anak tidak bisa mengembangkan potensi dalam dirinya secara optimal.

Mengutip kalimat Rasulullah SAW bahwa setiap anak terlahir fitrah namun mereka terwarnai dengan agama, pemikiran, dan kehendak kedua orang tuanya. Fitrah anak, inilah kata kuncinya. Fitrah memiliki makna asal kejadian, keadaan yang suci, dan kembali ke asal. Merujuk pada makna itu, jika setiap anak terlahir dengan fitrah maka mereka memiliki asal muasal keadaan.

Fitrah adalah kondisi bersih dari dosa, yaitu dosa yang tampak—seperti mencuri, membunuh, merampok, merebut hak orang lain, memfitnah –maupun dosa yang tidak tampak—seperti iri dengki, dendam, sombong, bangga diri, dsb. Fitrah manusia adalah cenderung pada kebaikan sehingga perilaku dan sifat-sifat tersebut tidak pantas berada dalam diri kita. Itulah mengapa setiap kali berperilaku dan memiliki sifat-sifat itu, kita akan merasakan neraka di dunia seperti hampa, gelisah, sedih, ataupun was-was.

Fitrah juga terkait dengan fungsi dan peran sejati manusia sebagai khalifah di muka bumi. Semua makhluk yang ada di muka bumi, Allah ciptakan dengan suatu tujuan. Tanah, air, udara, api, gunung, angin, hewan-hewan, bebatuan dan semuanya memiliki fungsi di muka bumi ini. Terlebih manusia yang Allah ciptakan dengan sempurna dibanding makhluk-makhluk lain. Karena memiliki peran kekhalifahan yang berbeda satu sama lain, itulah mengapa setiap manusia memiliki sidik jari, DNA, konfigurasi sifat, keahlian, dan passion yang tidak sama.

Disinilah peran orang tua yang sesungguhnya, yaitu menjaga dan menumbuhkan fitrah anak seperti yang Allah kehendaki sesuai dengan tujuan penciptaannya. Menjaga fitrah anak berarti melindungi dan menjauhkan anak dari hal-hal yang bisa menodai fitrahnya misalnya dengan memperingatkan anak tentang perbuatan dosa, menjauhkan anak dari tayangan yang bisa menjerumuskan anak pada perbuatan tercela, dan menghindarkan anak dari lingkungan pergaulan yang buruk.

Menumbuhkan fitrah anak berarti menumbuhkan fitrah kebaikan yang telah Allah tanam dalam dirinya dengan memberikan pola asuh yang baik, memperkenalkan anak pada Penciptanya, mengajarkan perbuatan-perbuatan baik, memfasilitasi pengembangan minat dan bakat alamiahnya, serta mendekatkannya pada lingkungan positif.

Peran orang tua sejatinya adalah menjaga dan menumbuhkan fitrah anak sehingga mereka tumbuh menjadi dirinya sendiri sesuai dengan tujuan penciptaan sebagaimana yang Allah kehendaki. Namun tugas ini tentu tidak mudah bagi saya sebagai orang tua karena saya juga punya ego. Adanya ego inilah yang membuat kita sebagai orang tua memiliki agenda tersendiri untuk anak kita. Seringkali ego ini yang mendorong orang tua agar sang anak mengikuti keinginannya meskipun ia tahu anak tidak menyukainya. Peran sebagai orang tua memang menuntut kita mengikis ego diri hingga kita mampu mengambil keputusan dengan jernih. Untuk itulah, setiap kali akan memberikan treatment pola asuh, kita wajib melibatkan Allah. Allah paling mengerti kondisi ciptaanNya sehingga kita perlu meminta petunjukNya agar pola asuh yang diberikan kepada anak terarah dan tidak merusak fitrahnya.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *